Daun sirsak Bisa dibeli online di www.binmuhsingroup.com
Eureka! Srikaya ternyata saudara kembar sirsak. Temuan Dr Hamidah MKes , pengajar di Universitas Airlangga, Surabaya, itu menggembirakan lantaran sirsak sohor antiasam urat, antidepresi, bahkan berpotensi melawan kanker.
Kelemahannya, sirsak Annona muricata sulit dipelihara, sementara srikaya Annona squamosa sangat mudah dibuahkan. Srikaya kini mulai dikebunkan bes ar-bes aran, menggantikan peran sirsak sebagai buah meja berkhasiat obat.
Sirsak sulit dikebunkan secara komersial karena, “Butuh bantuan penyerbukan manusia agar bentuk buah seragam dan panen kontinu,” kata Ir Wijaya MS, mantan peneliti sirsak di Bogor, Jawa Barat. Lain halnya dengan srikaya. “Tak perlu penyerbukan buatan. Cukup dengan pemangkasan dan potong bunga, tanaman berbuah lebat karena serangga yang jadi agen penyerbuk,” kata Eddy Soesanto, penangkar buah di Cijantung, Jakarta Timur (baca: Rangsang New Varietas Berbuah Lebat, hal 18—19).
Perbedaan sirsak dan srikaya memang hanya terletak pada kemudahan berbuahnya saja. Sementara khasiatnya persis sama. Penelitian Hamidah membuktikan, secara genetik kandungan senyawa kimia keduanya sama sehingga bermanfaat sama. Itu kabar gembira karena sirsak sebagai buah meja mengandung banyak kelemahan: sulit mencari yang manis, mudah busuk, dan sulit dibuahkan; srikaya, manis, mudah dibuahkan, tahan hingga 2 minggu.
Setahun belakangan sirsak populer sebagai buah sehat. Itu berkat tabir yang dikuak The Health Sciences Institute di Amerika Serikat 5 tahun silam. Mereka melaporkan sirsak mengandung senyawa annonaceous acetoginin yang berperan sebagai antitumor dan antikanker. Kekuatan senyawa itu 10.000 kali lipat lebih efektif memperlambat sel kanker ketimbang kemoterapi. Ia juga bermanfaat mengendalikan tekanan darah tinggi, mengatasi depresi, mengatasi asam urat, dan memperbaiki sistem saraf.
Berdasarkan penelitian Hamidah, srikaya pun mestinya mengandung khasiat serupa. “Seluruh keluarga nona mengandung senyawa asetoginin,” kata master kesehatan alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu.
Daging buah srikaya juga berpotensi antikanker. Senyawa aktif pada srikaya bersifat sitotoksik terhadap sel tumor penyebab prostat. “Secara empiris buah keluarga nona disarankan untuk penderita asam urat,” kata Wahyu Suprapto, herbalis di Malang, Jawa Timur, yang juga dosen tamu di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.
Menurut Dr Zen Djaya, herbalis di Malang, Jawa Timur, buah keluarga nona mengandung vitamin B , vitamin C, dan antioksidan tinggi yang berperan memperbaiki sistem enzim dalam tubuh. Termasuk enzim urikase yang menguraikan asam urat menjadi alantonim yang larut dalam air sehingga mudah dibuang melalui air seni.
Marak dikebunkan
Toh, kabar itu bukan pemicu maraknya pekebun menanam srikaya. Sejak bibit srikaya new varietas dijual pertama kali pada 2004 pekebun antusias membudidayakannya. Sebab mudah berbuah dan rasanya luar biasa manis. Daya tahannya juga relatif lama. Semula hanya Prakoso Heryono penangkar buah dari Demak yang memperbanyaknya.
Ia membeli 7 bibit new varietas di pameran Suan Luang, Bangkok, pada 2003. Setahun ditanam sudah berbuah. Buah yang muncul jumbo berbobot 400—1.000 g. Penampilan juga menarik: kulit buah hijau kekuningan, lekukan kulit tidak terlalu dalam, kulit tipis, dan biji sedikit. “Makanya rasa manis dan lembut di lidah tidak terganggu kehadiran biji,” kata Prakoso. Buah berbobot 600 g hanya memiliki 14 biji. Bandingkan dengan srikaya lokal. Buah mungil dengan bobot 150—200 g per buah tapi dipenuhi 30 biji.
Gregori Garnadi Hambali, ahli Botani di Bogor, menyebut srikaya sebagai buah agregat, terbentuk dari banyak bakal buah dari satu bunga. Bakal buah yang terserbuki menghasilkan biji sehingga tumbuh membesar. Srikaya itu masih dipasarkan eksklusif di gerai-gerai buah modern. Pemasoknya baru 4 pekebun: kebun Plantera di Kendal, Roy Manakit di Kalimantan Tengah, Handoko di Bogor, Jawa Barat, dan Soeharto di Bekasi. Produksi mereka akan segera ditambah para pekebun yang tersebar di berbagai daerah.
Beberapa di antaranya Putu Soeranto di Leuwiliang, Bogor; Dedi Harianto di Ciapus, Bogor; Asep Garlih di Ciamis. Di Jawa Timur ada Yuda di Sidoarjo, Azis Budiman di Malang, dan Bunyamin di Lumajang. Sementara di sentra srikaya Jawa Tengah dikebunkan di Demak, Temanggung, Sragen, dan Kendal .
Semua menanam varietas serupa: srikaya new varietas yang bibit awalnya berasal dari Prakoso. Di pasar, buah introduksi itu bersaing dengan srikaya jumbo asal Australia, Taiwan, dan Thailand yang selalu mengisi gerai Toko Buah Segar Hokky di Surabaya. Buah impor itu datang 3 kali setahun dengan volume pasokan 120 kg sekali datang. Padahal menurut Haryanto, quality control bagian buah impor Hokky, volume bisa ditingkatkan 3 kali lipat sepanjang tahun jika pasokan tersedia.
Banyak diminta
Pemasok srikaya terbesar saat ini PT Cengkeh Zanzibar dengan bendera Kebun Plantera di Ngebruk, Kendal, Jawa Tengah. Di sana tumbuh 7.031 tanaman berjarak 3,5 m x 3,5 m. Sebanyak 1.031 tanaman berumur 3 tahun sudah berbuah. “Desember 2009—Januari 2010 kemarin panen raya pertama,” kata Hari Yasafat, bagian pemeliharaan Kebun Plantera.
Total volume panen 50.000 buah. Terbagi atas 4 kelompok: bobot minimal 400 g (grade A bernama dagang, pesona), bobot 300—400 g (B/prima), bobot 200—300 g, dan bobot kurang dari 200 g. Dua terakhir tidak dilabeli nama dagang. Kualitas AB dijual Rp40.000 per kg dan BC Rp20.000 per kg. Buah ludes diserap toko buah modern dan supermarket di Semarang, Jawa Tengah.
Belakangan pasar swalayan Hero minta pasokan rutin 1,5 ton per pekan. Itu untuk mengisi 15 gerai di Jakarta masing-masing diisi 80—100 kg per pekan. “Pada saat panen raya saja jumlah sebanyak itu baru bisa dipenuhi setiap 2 minggu. Kami kewalahan,” kata Rifi Nurliztianin, bagian pemasaran Ibana—yang mendistribusikan hasil panen Kebun Plantera. Pien Sanjaya, asisten direktur PT Cengkeh Zanzibar, menyebut Plantera baru mengisi 15% dari total serapan yang diminta berbagai toko buah.
Pernyataan Pien bukan omong kosong. Rully H, bagian pembelian Mulia Raya, pemasok buahbuahan di Jakarta, mengatakan permintaan untuk menyalurkan srikaya new varietas di Jakarta belum dipenuhi Kebun Plantera. “Untuk penuhi kebutuhan sendiri mereka masih kesulitan,” kata Rully. Saat Rully memajang srikaya new varietas di pameran Agrinek, di Jakarta, pertengahan Maret 2010. banyak konsumen tertarik.
Penelusuran Trubus saat ini new varietas mengisi pasar Jakarta seperti Ranchmarket, Toko Buah Rejeki, Total Buah Segar, Food Hall, Farmer Market, dan Raja Fresh. Di sana harga new varietas dibandrol Rp60.000—Rp95.000 per kg. “Serapan terbesar di toko buah yang banyak warga Tionghoa. Contohnya di Kebonjeruk, Jakarta Barat. Permintaan bisa di atas 15 kg per minggu,” kata Doni Donald yang pernah menangani pembelian buah di Rancmarket dan Kemchick.
Menurut Doni volume itu bisa berlipat 2—3 kali bila harga srikaya terkoreksi. “Kalau harga Rp 30.000 per kg, maka serapan pasar bisa berlipat,” katanya. Menurut Suko Budi Prayoga SE, penangkar di Semarang, biaya produksi new varietas hanya Rp16.000 per kg. Dengan harga jual Rp30.000/kg pekebun tetap meraih laba memadai. Lantaran tertarik keuntungan itu Suko menanam 100 srikaya new varietas di lahan 1,3 ha di Gunungpati, Semarang.
Ir Arief Daryanto MEc PhD, direktur program Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor, mengatakan masuknya srikaya jumbo impor dan produksi pekebun lokal menunjukkan ada pasar riil yang belum bisa disediakan srikaya lokal yang selama ini tumbuh di Indonesia. Arief mengatakan bila harga srikaya impor Rp85.000—Rp95.000 per kg, maka srikaya new varietas hasil budidaya di Indonesia bisa lebih murah. “Logikanya panen dari kebun lokal memangkas biaya transportasi. Syaratnya teknologi budidaya dikuasai dan dikebunkan dalam skala ekonomis,” katanya.
Batu kerikil
Meski demikian bukan berarti mengebunkan srikaya semudah membalik telapak tangan. Sucipto Buwono, pekebun di Ciamis, Jawa Barat, kecewa lantaran 400 new varietas tumbuh nglancir. Panen perdana buah bersosok kuntet dan berbiji banyak. Kebun srikayanya telantar dan tak terurus. Cipto justru beralih mengebunkan pepaya dan jati.
Rudi Susanto di Ungaran, Kabupaten Semarang, menunda perluasan tanam lantaran 17 srikaya new varietas yang diuji coba tak berbuah maksimal. Tanaman berumur 2 tahun hanya berproduksi 5 kg per tanaman per musim. Sementara produksi tanaman umur 3 tahun hanya 10 kg per tanaman. Padahal, di kebun lain tanaman berumur 2 tahun minimal 15 kg. “Mungkin karena lahan bekas sawah sehingga tanaman tergenang air kala hujan,” kata Rudi.
Semula Rudi berniat mengembangkan srikaya seluas 30 ha di 3 lokasi: Blitar, Banyuwangi, dan Kendal. “Saya tunda dulu. Bila di lahan kering berhasil, baru penanaman secara serentak,” katanya. Sementara pekebun lain di Jawa Barat banyak menemui kendala kulit buah yang menghitam. Di Demak hanya 30% dari 2000 tanaman yang tumbuh baik, sisanya merana.
Di negeri asal
Menurut Dr Mohamad Reza Tirtawinata MS, pengamat buah tropika, di negeri asal new varietas—Australia—srikaya jumbo dikembangkan besar-besaran. RJ Nissen, LG Smith, RH Broadley, dan AP George peneliti di Maroochy Research Station, Australia, mengatakan meski bukan asli setempat, Benua Kanguru menjadi produsen srikaya terbesar di dunia. Negara itu serius mengebunkan sejak 1940 dan berkembang pesat 20 tahun terakhir. “Saat saya berkunjung pada 2.000, Maroochy giat menyilangkan antarvarietas bahkan antarspesies,” kata Reza.
Sebanyak 80% penanaman jenis african pride karena gampang dikebunkan dan berbuah. Sayang, ia kurang disukai pasar karena tekstur agak keras dan kulit kehitaman. Sisanya pinks mammoth dan hillary white. Riset pasar Maroochy melaporkan konsumen justru menyukai pinks mammoth yang bertekstur lembut dan sedikit berbiji. Ironisnya pinks mammoth dikebunkan terbatas karena sulit berbuah. Ia butuh bantuan penyerbukan manusia.
New varietas yang diduga muncul hasil pemuliaan Maroochy pada 1998 itu menggabungkan 2 kelebihan: tekstur lembut, manis, dan mudah dikebunkan. Makannya Prakoso menjuluki new varietas sebagai generasi ke-2 pinks mammoth. “Konsumen srikaya di Australia kebanyakan orang Asia seperti Thailand, Vietnam, dan Indonesia dari etnis China,” kata Reza. Kebun new varietas di Taiwan dan Thailand juga terbatas.
Itulah yang menjelaskan, meski Hariyanto dari Hokky Surabaya butuh pasokan 50 kg per 2 hari, tetap saja Australia tak mampu penuhi. “Di luar negeri masih langka, Indonesia bisa menjadi pioner karena di Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Tengah, srikaya lokal sudah populer. Membuka pasarnya tidak terlalu sulit,” kata Suko Budi. Tertarik mencicip atau mengebunkan buah nona berkhasiat obat? (Destika Cahyana/Peliput: Argohartono Arie Raharjo, Faiz Yajri, Imam Wiguna, Nesia Artdiyasa, dan Rosy Nur Apriyanti)
Keterangan foto
- Srikaya
- Kebun srikaya terbesar di tanahair. PT Cengkeh Zanzibar menanam 7.031 srikaya new varietas di Kendal, Jawa Tengah
- Srikaya new vareitas bertekstur halus, lembut, dan sedikit biji. Dari buah berbobot 600 g hanya ditemukan 14 biji. Beda dengan srikaya lokal dengan bobot 200 g tapi memiliki 30 biji
- Rudi Susanto berencana mengembangkan new varietas di Blitar dan Banyuwangi, Jawa Timur, juga di Kendal, Jawa Tengah, masing-masing 10 hektar
- Di Ranchmarket Jakarta, srikaya new varietas dibandrol Rp75.000/kg
- Dr Hamidah MKes, kuak tabir genetika keluarga nona
- Di Toko Buah Segar Hokky Surabaya, srikaya lokal dari Madura dan Tuban mengisi kekosongan pasar srikaya asal Australia yang masuk setahun 3 kali
- Di kebun srikaya disortir jadi 4 kelompok berdasarkan bobot: >400 g, 300—400 g, 200—300 g, dan < 200 g
- Srikaya new varietas berbuah lebat di umur 2,5 tahun, produksi rata-rata 50 buah/pohon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar