Sedianya Nelleke Sosromihardjo menghadiri pesta pernikahan adiknya pada Juli 2009. Namun, usai mandi dan berpakaian rapi, bukannya berangkat ke pesta, tetapi ia justru tidur pulas di kamarnya.
anak-anaknya lebih dulu berangkat ke pesta pernikahan karena membawa kue dan penganan lain. Sedangkan suaminya berangkat dari kantor. Keesokan harinya keluarga bertanya alasan Nelleke tak menghadiri pesta pernikahan sang adik. Nelleke kaget, “Oh ya… padahal, kemarin saya sudah mandi. Kok lupa ya?” Ia benar-benar alpa bahwa kemarin adiknya melangsungkan pernikahan. Nelleke Sosromihardjo lupa menepati janji.
Setelah kejadian itu, ingatannya malah memburuk. Perempuan 53 tahun itu tak dapat mengetahui nama hari atau nama benda di sekitar dia. Jika minta tolong kepada pramuwisma untuk mengambil sesuatu, ia hanya menunjuk benda yang dimaksud, tanpa menyebut namanya. Ia sering salah sebut nama hari atau tanggal. Meski demikian ia bersikeras dirinya yang benar. Bahkan, pada siang hari yang terang benderang, ia tidak tahu apakah itu pagi, siang, sore, atau malam.
Tanpa respon
Keluarga membawa Nelleke ke sebuah rumahsakit di Jakarta Selatan pada Juli 2009 karena kondisinya kian mengkhawatirkan. Setelah melalui pemeriksaan intensif, antara lain dengan pencitraan resonansi magnetik (MRI magnetic resonance imaging), dokter mendiagnosis Nelleke positif kanker otak. Sel kanker metastasis ke pelipis kanan dan menekan saraf-saraf motorik di kepala.
Untuk mengatasi penyakit ganas itu, dokter menyarankan agar Nelleke menjalani operasi pengangkatan sel kanker. Sayangnya, di rumahsakit itu fasilitas tak begitu lengkap sehingga dokter merujuk ke rumahsakit lain di Kotamadya Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pascaoperasi Nelleke mengonsumsi lebih dari 5 jenis obat 3 kali sehari. Kondisi kesehatan Nelleke pun berangsur pulih. Ia mampu menyebut nama-nama benda di sekitarnya.
Namun, sepuluh bulan berselang, pada Mei 2010, tiba-tiba kondisi Nelleke memburuk. Dokter yang dulu menangani Nelleke dalam operasi, memang telah memprediksi bahwa dalam setahun mendatang sel kanker tumbuh lagi. Nelleke tak mampu berkomunikasi. Jika keluarga atau kerabat memanggil namanya, ia tak menyahut. Menurut suster yang merawat di rumah, Nelleke menolak makan dan minum. Ibu tiga anak itu tidak mau melakukan apa pun. Adik Nelleke, Tirza Tuwahatu, yang menjenguk melihat kondisi Nelleke yang datar. “Matanya kosong, ia menatap ke depan dan tidak ada reaksi, meski namanya dipanggil,” kata Tirza.
Keluarga kembali membawa Nelleke itu ke rumahsakit di Kota Tangerang Selatan. Menurut dokter yang memeriksanya, kondisi Nelleke memburuk juga diperparah oleh karena perawat di rumah tak memberikan obat. Perawat tak telaten karena untuk minum satu obat, Nelleke membutuhkan 15 menit. Harap mafhum, fungsi motorik tenggorokannya belum pulih benar. Tirza sebenarnya curiga karena tiap kali bertanya kepada perawat, apakah sudah memberikan obat, ia selalu menjawab sudah.
Padahal, dengan obat yang begitu banyak seharusnya perlu waktu agak lama untuk meminumkannya. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menjelaskan bahwa kanker otak membesar dalam sembilan bulan sejak operasi pada Agustus 2009. Untuk mengatasinya, Nelleke menjalani lima kali kemoterapi pada Juni 2010. Setelah operasi kedua, keadaan Nelleke berangsur-angsur pulih.
Ia bisa berjalan, meski perlahan-lahan. Selain itu memori Nelleke tampak lebih baik. Ia mampu mengingat dan menyebut nama-nama benda setelah operasi kedua. Namun, pada pertengahan Agustus 2010, ia bagai tak putus dirundung malang. Nelleke mendadak tidak bisa berjalan sehingga memerlukan bantuan orang lain dengan duduk di atas kursi roda. Saat itu ia juga kesulitan berbicara. Kesehatannya kembali memburuk.
Untuk ketiga kalinya, keluarga bergegas membawa Nelleke ke rumahsakit. Mengutip pendapat dokter, Tirza Tuwahatu mengatakan bahwa kemoterapi tidak memberikan pengaruh positif, justru merusak organ tubuh lain. Obat kemoterapi sama sekali tidak menyentuh sel kanker. Akibatnya sel kanker kembali membesar beberapa milimeter. Menurut dr Andhika Rachman SpPD, ahli kanker dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, keberhasilan kemoterapi konvensional untuk mengatasi kanker otak memang kecil.
Tingkat keberhasilan kemoterapi cukup baik untuk kanker otak jinak seperti meningioma dan jika hanya sedikit massa yang diambil. Artinya sel kanker masih kecil. Namun, setelah kemoterapi biasanya pasien mengalami gejala sisa mirip pasien stroke. “Makin besar massa kanker, makin besar pula gejalanya,” kata dr Andhika Rachman SpPD. Itulah sebabanya pengobatan kanker otak sebaiknya dengan penyinaran lebih banyak dan operasi pengangkatan.
Masih misteri
Andhika Rachman dari Divisi Hematologi-Onkologi Medik Rumahsakit Ciptomangunkusumo mengatakan bahwa sampai saat ini penyebab pasti munculnya kanker otak masih misteri. Tidak seperti kanker paru yang diakibatkan kebiasaan merokok. Gejala awal kanker otak berupa sakit kepala yang makin lama bertambah intensitasnya berbanding lurus dengan besarnya massa kanker di otak. Artinya, ketika massa sel kanker bertambah besar, maka intensitas sakit juga meningkat.
Selain itu, “Rasa sakit tergantung dari struktur organ yang ditekan oleh kanker. Sebab, kepala atau tengkorak bersifat rigid, tidak bisa mengikuti pertambahan volume sehingga massa otak terimpit,” ujar dokter alumnus Universitas Indonesia itu. Oleh karena itu gejala neurologis yang timbul akibat sel kanker sangat tergantung pada bagian yang didesak. Kadang-kadang muncul sakit kepala dengan penglihatan ganda atau diplopia. Menurut Rachman itu akibat daerah percabangan saraf atau optik bagian depan terserang sel kanker.
Namun, jika di daerah belakang yang terserang kanker, maka menyebabkan gangguan keseimbangan. Pada umumnya penderita kanker otak merasakan sakit kepala yang hebat sekali. Sialnya, meski pasien disiplin mengonsumsi obat analgetik, tak cukup untuk meredakan sakit hebat itu. “Bila posisi kanker di daerah lindik, kadang-kadang emosinya berubah-ubah,” kata dokter spesialis penyakit dalam itu. Harap mafhum, lindik memang berfungsi sebagai pengatur pusat emosi.
Singkat kata tulang tengkorak bersifat rigid atau tetap. “Sakit kepala timbul karena tekanan yang tinggi,” kata Rachman. Menurut dr Budi Darmawan Machsoos SpPD dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, lokasi tumor pada organ vital lebih cepat menimbulkan keluhan atau gejala yang khas. Organ vital itu antara lain otak, paru, pankreas, dan ginjal. Semakin lanjut stadium tumor, maka kian banyak keluhan.
Andhika Rachman mengatakan bahwa deteksi dini sel kanker paling bagus agar dapat penanganan tepat. Namun, pada kasus kanker otak, tidak semua bisa diangkat. Sebab, prinsip pengangkatan sel kanker termasuk area di sekitarnya hingga margin 2 mm. “Jika area dengan margin 2 mm diambil, massa otak bisa habis,” kata Rachman. Oleh karena itu pengangkatan kanker otak sebaiknya ketika sel kanker masih kecil atau belum menekan saraf otak.
Mengecil
Ketika kondisi Nelleke tak kunjung membaik, Tirza memberikan ekstrak daun sirsak dan herbal lain seperti sambiloto atas saran seorang herbalis. Sambiloto Andrographis paniculata berperan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh Nelleke. Ketika kekebalan tubuh meningkat, mampu mengatasi gangguan kesehatan. Tirza menuangkan isi kapsul, mencairkan, dan memberikan kepada Nelleke. Dosis masing-masing satu kapsul tiga kali sehari.
Menurut dr Andhika Rachman SpPD herbal sebagai terapi suportif seperti dilakukan Nelleke bagus sekali. “Pertama, karena adanya senyawa antikanker dalam herbal itu. Kedua, akan meningkatkan daya tahan tubuh,” kata Rachman. Ia tidak menyarankan herbal, tapi juga tidak melarang jika pasiennya ingin meminumnya. Yang penting dosisnya jelas.
Perkembangan signifikan terjadi setelah 12 hari Nelleke rutin mengonsumsi kapsul daun graviola alias sirsak. “Ia sudah bisa merespon jika ada yang memanggil namanya, diajak bicara sudah bisa menjawab meski masih terbata-bata. Ia pun bisa mengangkat tangannya setinggi bahu,” kata Tirza. Saat ini pengobatan Nelleke hanya berupa ekstrak herbal seperti daun sirsak dan sambiloto serta fisioterapi. Ahli fisioterapi dari sebuah rumahsakit di Jakarta Barat datang ke rumah Nelleke di Jakarta Selatan. Frekuensi fisioterapi tiga kali sepekan masing-masing selama satu jam.
Nelleke memeriksakan diri terakhir pada awal Maret 2011. Hasil pemindaian menunjukkan bahwa ukuran sel kanker mengecil. Sayang, ketika Trubus ingin melihat hasil rekam medis, Nelleke dan Tirza belum dapat memberikan. Sebab, anak-anaknya yang bermukim di Bandung membawa rekam medis itu. Informasi itu Trubus peroleh, setelah pulang liputan di Bandung. Trubus mewawancarai Nelleke di Jakarta.
Perihal membaiknya Nelleke dari kanker otak belum ada riset ilmiah yang mampu menjelaskan secara rinci. Uji praklinis daun sirsak pada umumnya untuk mengatasi kanker serviks, payudara, prostat, kanker paru-paru, ginjal, pankreas, dan usus besar. Peneliti di Sekolah Farmasi Purdue University, Indiana, Amerika Serikat, Jerry L McLaughlin, pun menggunakan ke-7 sel kanker itu. Prevalensi kanker otak memang relatif rendah ketimbang kanker payudara, misalnya.
Menurut data Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan pada 2007, pasien kanker terbanyak yang dirawat di rumahsakit adalah pasien kanker payudara mencapai 8.277 orang, kanker serviks (5.786), kanker hati (4.759), dan leukemia (3.645). Peneliti di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Prof Soelaksono Sastrodihardjo PhD meriset daun sirsak bersama Jerry L McLaughlin. Mereka menemukan senyawa aktif acetogenins di dalam daun anggota famili Annonaceae itu.
Uji praklinis membuktikan bahwa acetogenins menghambat adenosina trifosfat (ATP), sumber energi bagi sel kanker. Padahal, sel kanker memerlukan banyak energi karena pembelahan yang sangat cepat. Akibat penghambatan itu maka sel kanker kekurangan pasokan energi sehingga akhirnya sel kanker mati. Acetogenins sangat selektif, hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP; sel-sel lain yang normal di dalam tubuh, tak diserang.
Jerry McLaughlin bersama Gina Belessa dan Jerry Loren memang meriset khasiat antikanker otak. Namun, mereka memanfaatkan pawpaw Asimina triloba. Antara sirsak Annona muricata dan pawpaw Asimina triloba memang masih sekerabat. Kedua tanaman itu sama-sama anggota famili Annonaceae. McLaughlin memberikan ekstsrak daun pawpaw kepada enam penderita kanker otak pada Februari 2003. Namun, Journal of Application Publication yang terbit pada 16 Juli 2009, hanya menyebutkan kondisinya membaik (feeling well).
Perbaikan kesehatan Nelleke relatif bagus karena mampu merespon ketika kerabat dan keluarga memanggil namanya. Ia juga dapat menyebut nama benda-benda di sekitarnya. Padahal, secara medis semula tak ada harapan. Ekstraksi daun sirsak dan daun sambiloto telah membangunkan harapan keluarga Nelleke. Tentu saja itu bukan segala-galanya. Sebab, kepedulian keluarga, jiwa, sikap, gaya hidup juga menentukan kesembuhan seseorang. (Sardi Duryatmo/Peliput: Endah Kurnia Wirawati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar